Tanggung jawab yang tak ditunaikan, kewajiban yang dilupakan mendorong adanya alternatif penggunaan

Kepada bandungbergerak.id, Ratna, salah satu warga Gang Sukapakir mengaku harus menggelontorkan uang sebesar satu juta rupiah untuk usaha yang sia-sia. Janji manis PDAM akan jaminan kemudahan air justru berkata sebaliknya. Alih-alih datang, PDAM justru menghilang tanpa kabar dengan kewajiban yang seharusnya ditunaikan. Ratna mengaku terpaksa menggunakan air keruh yang keluar dalam sumur bor miliknya untuk memenuhi kebutuhan mandi dan mencuci. Sementara bagi keperluan minum dan memasak, ia memilih membelinya dari warga lain. Satu-satunya harapan baginya adalah air dapat mengalir deras, layak, dan murah.

Tanggung jawab yang tak ditunaikan, kewajiban yang dilupakan mendorong adanya alternatif penggunaan air tanah marak terjadi di Kota Bandung. Penggalian lebih dalam untuk mendapatkan air menjadi sebuah antisipasi sementara yang dapat dilakukan. Ujung pangkal dari sulitnya air bersih di Bandung disebabkan oleh eksploitasi air oleh hotel, mal, apartemen dan bangunan kota lainnya dengan debit air yang begitu fantastis. Kapitalisme yang terus berkembang ini sudah menjadi hal yang dikelola dan tumbuh dengan pesat, baik dari pemerintah, PDAM, dan juga pihak investor pemilik gedung tidak terdengar memihak kepada masyarakat. Cara-cara mempersulit dan merugikan masyarakat justru berkembang kian pesat.

Nauval Hidayat (21), warga Cibeunying Kidul yang rumahnya tidak menerima fasilitas airbersih oleh PDAM Tirtawening mengeluhkan susahnya air bersih yang ada di daerahnya.Bahkan ia harus membeli air bersih atau mengambil langsung dari sumur yang biasanya antri karena masih banyak warga lain yang bernasib sama.

Nauval tak pernah merasakan hak nya sebagai warga Bandung dengan fasilitas air bersih yang seharusnya ia terima berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No.15 tersebut. Tidak ada solusi yang diberikan oleh pemerintah kota Bandung untuk mengatasi kasus yang dialami oleh Nauval dan warga lain yang tidak menerima air bersih.

Ahli Geodesi ITB, Heri Andreas, memprediksi bahwa Kota Bandung dalam 50 tahun mendatang akan mengalami krisis air tanah (Dinillah, 2019). Padatnya penduduk dan situs slot deposit dana minimnya sumber air lain membuat pengambilan air tanah di Bandung cukup masif. Heri mengatakan bahwa berdasarkan pengamatannya, air tanah di Kota Bandung akan terus mengalami penurunan dua meter tiap tahunnya. Tidak mustahil apabila kondisi ini dalam rentang waktu 50 tahun saja sudah habis dan akan menjadi krisis.

Lika-liku perjuangan warga masyarakat sudah sepantasnya menjadi stimulus bagi pemerintah untuk melakukan tindakan. Masyarakat tidak lagi dapat menunggu. Tindakan penanganan menjadi sebuah solusi yang harus dilaksanakan secepat mungkin. Regulasi dan Undang-Undang tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Pendampingan lembaga swadaya berbasis lingkungan, seperti Walhi Jabar, DPLK THS, dan LBH Bandung sebagaimana harus dilakukan agar layanan gugatan dan aspirasi masyarakat dalam hal lingkungan dapat disalurkan dengan baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *